Banjarbaru - Demokrasi, seperti angin di awal musim hujan, kadang membawa kesejukan, kadang pula menerbangkan debu yang mengaburkan pandangan. Namun, ia tetap hadir sebagai bagian tak terpisahkan dari perjalanan sebuah bangsa menuju kematangan. Pilkada Kota Banjarbaru yang baru saja berlalu adalah salah satu momen penting yang mengajarkan kita tentang arti sebuah proses, penerimaan, dan harmoni dalam perbedaan.
Anang Rosadi Adenansi, seorang tokoh yang dikenal dengan ketenangannya, memandang Pilkada ini bukan sekadar kompetisi politik, tetapi juga pelajaran besar bagi masyarakat. Dalam pandangannya, demokrasi adalah ruang yang harus dihormati, sekaligus dijaga dari keruhnya prasangka dan emosi. Ia mengajak kita semua untuk melihat lebih dalam, menyelami esensi demokrasi yang sejati.
Menghormati Proses dan Hak Jalur Hukum
Pilkada Kota Banjarbaru, seperti banyak proses demokrasi lainnya, menyisakan perbedaan pandangan dan rasa tidak puas dari beberapa pihak. Anang Rosadi menegaskan bahwa proses demokrasi yang diatur oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah berjalan sesuai mekanisme yang ada. Namun, ia juga mengakui bahwa jalur hukum adalah hak setiap warga negara yang merasa tidak puas.
“Jika memang ada ketidakpuasan terhadap hasil dan ada keinginan untuk menempuh jalur hukum, tentu kita tidak bisa melarangnya,” ungkap Anang. “Namun, kita harus tetap menjaga agar proses tersebut berjalan dengan etika dan kedewasaan.”
Dalam demokrasi, hak untuk mengajukan gugatan adalah bagian penting dari kebebasan individu, tetapi itu harus dilakukan dengan tetap menghormati aturan dan menghindari narasi yang merusak kepercayaan terhadap institusi. Proses hukum yang benar, kata Anang, adalah cara untuk memastikan bahwa segala keluhan diselesaikan dengan kepala dingin dan penuh tanggung jawab.
Kehilangan dalam Demokrasi: Sebuah Konsekuensi
Anang juga membahas isu yang banyak diperbincangkan, yaitu hilangnya keinginan sebagian masyarakat untuk memilih akibat diskualifikasi salah satu pasangan calon. Ia menekankan bahwa hal ini bukanlah bentuk penindasan atau perampasan hak. Sebaliknya, itu adalah bagian dari konsekuensi logis dalam proses hukum yang telah dijalankan.
“Hak untuk memilih tetap ada,” jelas Anang, “tetapi keinginan untuk memilih calon tertentu memang hilang. Itu adalah bagian dari sebab-akibat dalam demokrasi.”
Kehilangan ini, menurutnya, bukanlah akhir, tetapi kesempatan untuk merenung. Seperti pohon yang menggugurkan daunnya di musim kemarau, demokrasi terkadang mengharuskan kita untuk melepaskan sesuatu demi regenerasi dan pertumbuhan yang lebih baik.
Menjaga Etika dalam Politik
Di tengah panasnya suasana Pilkada, tak jarang muncul serangan personal terhadap kandidat tertentu. Anang Rosadi dengan tegas menolak praktik ini. Ia mengingatkan bahwa menyerang pribadi seseorang, apalagi tanpa bukti yang jelas, bukan hanya tidak etis tetapi juga merusak moralitas politik.
“Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang berlandaskan penghormatan,” katanya. “Kritik harus diarahkan pada kebijakan, bukan menyerang karakter individu.”
Etika politik, kata Anang, adalah fondasi dari sebuah masyarakat yang ingin maju. Ketika politik berubah menjadi arena untuk menjatuhkan, bukan membangun, maka kita kehilangan esensi sejati dari demokrasi.
Peran Media: Menjaga Kejujuran di Tengah Konflik
Media, yang seharusnya menjadi penyampai informasi, sering kali menjadi bagian dari polemik. Anang mengkritik beberapa media yang menyimpangkan fakta atau menggiring opini publik tanpa dasar. Baginya, media memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga keharmonisan di tengah perbedaan.
“Media adalah jembatan antara masyarakat dan kebenaran. Jika jembatan itu runtuh, maka yang tersisa hanya kesalahpahaman,” tutur Anang.
Ia mengajak semua pihak untuk memastikan bahwa informasi yang disampaikan kepada masyarakat adalah informasi yang benar, adil, dan membangun, bukan yang memperkeruh suasana.
Memahami Dinamika Pemilih
Dalam pandangannya tentang perilaku pemilih, Anang membagi masyarakat menjadi tiga kelompok: pemilih rasional, irasional, dan emosional. Pemilih rasional memilih berdasarkan pengetahuan dan logika, sementara pemilih irasional cenderung terpengaruh oleh insentif eksternal. Pemilih emosional, di sisi lain, dipengaruhi oleh perasaan, seperti kemarahan atau kekecewaan.
“Ketiga kelompok ini selalu ada dalam setiap proses demokrasi,” jelas Anang. “Dan itu adalah bagian dari wajah demokrasi kita. Memahami mereka adalah langkah pertama untuk memperbaiki kualitas pemilu ke depan.”
Penerimaan: Jalan Menuju Kedamaian
Di akhir semua proses, Anang menekankan pentingnya penerimaan. Ia mengajak semua pihak untuk menerima hasil Pilkada dengan hati yang lapang. Penerimaan, kata Anang, bukan tanda kelemahan, melainkan bukti kedewasaan politik.
“Kemenangan sejati bukan hanya tentang angka di kotak suara, tetapi tentang bagaimana kita menghormati proses dan hasilnya,” katanya.
Penerimaan adalah langkah pertama menuju persatuan. Ketika kita mampu menerima dengan tulus, kita membuka jalan bagi kedamaian dan kerja sama untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Penutup: Hikmah Demokrasi dalam Kedamaian
Seperti angin yang membawa aroma basah di awal Desember, demokrasi Kota Banjarbaru adalah pelajaran tentang pentingnya menjaga kedamaian di tengah perbedaan. Dalam setiap prosesnya, ada kehilangan, ada kemenangan, tetapi yang terpenting adalah hikmah yang kita petik.
Anang Rosadi mengingatkan kita bahwa demokrasi adalah perjalanan panjang yang membutuhkan kesabaran dan kebijaksanaan. Dalam perjalanan itu, setiap langkah adalah cerminan dari jiwa kita sebagai bangsa. Seperti sungai yang mengalir dengan tenang menuju samudra, demokrasi akan membawa kita ke arah yang lebih baik, selama kita mau berjalan bersama dalam damai.**
Berita