Di balik keindahan megah Gunung Merapi, ada sebuah kisah penuh ketangguhan yang tak selalu disadari. Di lereng gunung yang rentan terhadap erupsi, sekelompok guru TK berusaha menjadi lebih dari sekadar pengajar — mereka sedang dipersiapkan menjadi pahlawan yang menenangkan jiwa-jiwa kecil di saat bencana datang. Melalui pelatihan Psychological First Aid (PFA), mereka dibekali dengan keterampilan untuk menjadi cahaya bagi anak-anak yang terperangkap dalam ketakutan di tengah ancaman Merapi yang tak terduga.
Pelatihan yang difasilitasi oleh tim Manajemen Pengurangan Risiko Bencana Fakultas Psikologi Universitas Surabaya bersama ILS+ Disaster & Community Activity ini membawa harapan baru. Bukan hanya bagi para guru, tetapi juga bagi seluruh komunitas yang hidup berdampingan dengan gunung yang sewaktu-waktu dapat meletus. Mereka dilatih untuk menjadi sosok yang tidak hanya melindungi fisik, tetapi juga menjadi pelindung bagi kesehatan mental anak-anak yang tak tahu apa yang sedang terjadi di sekeliling mereka.
Felicia Shafa Putri Firmansyah, salah satu fasilitator yang terlibat, menjelaskan pentingnya pelatihan ini dengan penuh kehangatan. “Ketika bencana datang, yang paling terpukul adalah anak-anak. Mereka kehilangan rasa aman. Dengan pelatihan ini, guru-guru bisa memberikan ketenangan, pelukan hangat, dan empati — hal-hal sederhana yang mampu membendung ketakutan besar,” katanya dengan penuh semangat. Begitu besar peran seorang guru dalam situasi genting ini, sehingga apa yang mereka lakukan bisa menjadi titik balik dalam pemulihan psikologis anak-anak.
Suara Aishwarya Neysa Putri, fasilitator lain, juga penuh dengan rasa haru ketika menggambarkan bagaimana setiap guru di Cangkringan bisa menjadi teladan dalam menghadapi bencana. “Merapi sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Anak-anak di sini tumbuh dengan ancaman bencana, tetapi itu tidak berarti mereka harus tumbuh dalam ketakutan. Dengan pelatihan ini, para guru bisa menjadi penjaga kesejahteraan mental mereka, memastikan bahwa di tengah segala kepanikan, masih ada rasa aman yang bisa mereka temukan,” ujarnya.
Tak bisa dipungkiri, guru-guru di Cangkringan adalah cahaya bagi komunitas mereka. Luluk Ilbilqist, fasilitator yang tak henti-hentinya memuji komitmen para guru, menyampaikan bahwa guru TK lebih dari sekadar pendidik. “Mereka adalah agen perubahan. Mereka membawa semangat ketangguhan, yang mereka tanamkan di hati anak-anak sejak usia dini. Dengan keterampilan yang mereka dapatkan dari PFA, mereka akan menjadi penggerak di komunitas, membawa kesiapan mental dan ketenangan ketika bencana benar-benar terjadi,” jelasnya.
Pelatihan ini membawa pelajaran penting, bahwa kesiapan bukan hanya soal fisik dan logistik, tetapi juga soal jiwa yang tangguh. Talitha Khairiyah Shindied, fasilitator yang terlibat dalam pelatihan ini, menekankan bagaimana guru-guru di Cangkringan akan memiliki kemampuan untuk memberikan pertolongan pertama secara psikologis ketika bencana melanda. “Bayangkan, di tengah situasi chaos, para guru ini akan hadir sebagai sosok yang menenangkan anak-anak dan keluarga. Mereka akan membantu memulihkan trauma yang bisa saja menghantui sepanjang hidup jika tidak ditangani dengan baik,” ujarnya dengan penuh optimisme.
Listyo Yuwanto, koordinator kegiatan ini, menutup dengan pesan yang sangat menggugah hati. “Kita semua tahu betapa beratnya hidup di bawah bayang-bayang bencana. Tetapi dengan adanya pelatihan ini, kita sedang membangun sebuah benteng ketangguhan. Para guru akan menjadi garda depan dalam menjaga anak-anak kita — memastikan bahwa bukan hanya tubuh mereka yang selamat, tetapi juga hati dan pikiran mereka,” ungkapnya.
Ini adalah sebuah ajakan bagi kita semua. Kontribusi kita, sekecil apapun, dapat menjadi bagian dari rantai kebaikan yang tak terputus. Kita bisa membantu dengan cara apapun — dukungan moral, tenaga, atau bahkan sekadar menyebarkan kisah ini agar semakin banyak yang tergerak untuk turut berpartisipasi.
Di tengah ancaman yang selalu mengintai, masih ada cahaya harapan yang bersinar dari sosok-sosok tak terduga. Guru-guru di Cangkringan adalah bukti nyata bahwa ketangguhan mental bisa dibangun sejak dini, dengan cinta dan empati yang mereka berikan kepada anak-anak. Ayo, kita ikut ambil bagian dalam perjalanan ini. Jadilah cahaya bagi mereka yang membutuhkan, dan bersama-sama kita bangun masa depan yang lebih tangguh, lebih siap, dan lebih penuh harapan.
Ingatlah, bahwa terkadang ketangguhan yang paling kuat bukanlah yang berdiri tegap di tengah badai, tetapi yang tetap mampu memberikan senyuman di tengah kepanikan.
Oleh: Dr. Listyo Yuwanto, M.Psi., Psikolog, FISQua, FRSPH
Berita