Berita

Breaking News

BPJS Kesehatan dan Bola Panas “Fraud” 20 Triliun: Mungkinkah Penurunan Akreditasi Fasilitas Kesehatan Menjadi Solusi?


Pendahuluan

Penurunan akreditasi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) dari A menjadi C akibat dugaan skandal yang melibatkan 11 guru besar adalah peringatan keras akan pentingnya menjaga standar integritas dalam lembaga pendidikan. Namun, apakah pelajaran ini relevan bagi dunia kesehatan, terutama bagi BPJS Kesehatan dan fasilitas kesehatan (faskes) yang bermitra dengannya?

Jika penurunan akreditasi bisa diberlakukan dalam ranah pendidikan sebagai respons atas pelanggaran etika, maka pendekatan serupa mungkin layak dipertimbangkan dalam sektor kesehatan, terutama dalam menangani faskes yang terlibat dalam praktik-praktik fraud atau pelanggaran standar pelayanan. 

Penurunan Akreditasi: Sebuah Instrumen Efektif untuk Mencegah Fraud?

Dalam teori manajemen mutu total (Total Quality Management), akreditasi adalah alat untuk memastikan bahwa fasilitas memenuhi standar mutu yang ditetapkan. Akreditasi bukan sekadar simbol, melainkan jaminan bahwa layanan yang diberikan memiliki mutu yang terukur dan teruji. Ketika sebuah fasilitas kesehatan terlibat dalam kasus fraud atau penyimpangan lain, penurunan akreditasi bisa menjadi salah satu bentuk sanksi yang memberikan dampak nyata, seperti yang terjadi pada Universitas Lambung Mangkurat.

Namun, apakah penurunan akreditasi faskes relevan? Dari perspektif teori deterrence, ancaman penurunan akreditasi dapat berfungsi sebagai pencegah (deterrent) bagi faskes lain agar tidak terlibat dalam praktik-praktik yang melanggar etika. Dengan menurunkan akreditasi faskes yang terlibat dalam fraud, BPJS Kesehatan bersama LAFKI dapat mengirimkan pesan yang jelas bahwa standar integritas dalam pelayanan kesehatan harus dijaga.

Penurunan akreditasi juga dapat menjadi sarana untuk meningkatkan akuntabilitas, karena faskes yang terlibat dalam fraud harus menjalani proses penilaian ulang yang lebih ketat sebelum bisa mendapatkan kembali status akreditasi mereka. Ini memberikan tekanan pada faskes untuk memperbaiki kelemahan dalam sistem manajemen mereka dan menghindari pelanggaran serupa di masa depan.

Relevansi Penurunan Akreditasi dalam Konteks Pendidikan dan Kesehatan

Jika kita menilik kasus ULM, penurunan akreditasi berdampak langsung pada reputasi universitas dan masa depan lulusannya. Dalam dunia kesehatan, dampak penurunan akreditasi faskes bisa jadi lebih signifikan, karena terkait langsung dengan kehidupan pasien. Penurunan akreditasi bukan hanya soal reputasi, tetapi juga mengenai kemampuan faskes untuk memberikan pelayanan yang berkualitas dan aman.

Dalam teori public trust, lembaga-lembaga publik seperti BPJS Kesehatan dan faskes yang bermitra dengannya harus menjaga kepercayaan publik dengan memastikan bahwa pelayanan yang diberikan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Ketika terjadi kasus fraud atau pelanggaran standar mutu, kepercayaan publik terhadap sistem jaminan kesehatan dapat terkikis. Oleh karena itu, penurunan akreditasi faskes yang bermasalah bisa menjadi langkah penting dalam memulihkan kepercayaan publik.

Selain itu, teori institutional theory menunjukkan bahwa lembaga-lembaga yang berada dalam tekanan regulasi dan pengawasan akan lebih cenderung mematuhi standar yang ditetapkan, terutama ketika ada sanksi yang tegas seperti penurunan akreditasi. Dalam konteks BPJS Kesehatan, pengawasan ketat terhadap faskes mitra dan penerapan sanksi yang tegas dapat meningkatkan kepatuhan faskes terhadap standar pelayanan yang berlaku.

Penurunan Akreditasi dan Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan

Penurunan akreditasi juga dapat berfungsi sebagai mekanisme untuk mendorong peningkatan mutu pelayanan. Dalam teori continuous quality improvement (CQI), penurunan akreditasi bisa dianggap sebagai bentuk evaluasi yang memungkinkan faskes untuk melakukan refleksi dan perbaikan berkelanjutan. Faskes yang mengalami penurunan akreditasi harus menunjukkan komitmen mereka untuk memperbaiki kesalahan yang telah terjadi dan meningkatkan kualitas pelayanan sebelum mereka bisa mendapatkan kembali akreditasi mereka.

Hal ini juga sejalan dengan pendekatan value-based healthcare, di mana fokus pelayanan kesehatan tidak hanya pada kuantitas layanan yang diberikan, tetapi pada nilai dan dampak positif dari layanan tersebut terhadap kesehatan pasien. Dengan menurunkan akreditasi faskes yang terbukti terlibat dalam fraud, BPJS Kesehatan dan LAFKI dapat mendorong pergeseran menuju sistem pelayanan yang lebih efisien, efektif, dan berfokus pada hasil yang nyata.

Peninjauan Ulang Akreditasi: Sebuah Langkah Kritis

Jika penurunan akreditasi terbukti efektif dalam dunia pendidikan, seperti kasus ULM, maka konsep serupa bisa diterapkan dalam sektor kesehatan. Peninjauan ulang akreditasi bagi faskes yang terlibat dalam isu-isu seperti fraud dan pelanggaran standar pelayanan harus menjadi bagian dari proses evaluasi yang berkelanjutan.

LAFKI, sebagai salah satu lembaga yang bertanggung jawab atas akreditasi faskes di Indonesia, memegang peran penting dalam memastikan bahwa setiap faskes yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan terus memenuhi standar pelayanan yang telah ditetapkan. Peninjauan ulang akreditasi secara berkala dan penerapan sanksi yang tegas bagi faskes yang melanggar standar adalah langkah penting dalam menjaga mutu pelayanan kesehatan.

Peninjauan ulang ini juga sejalan dengan teori organizational change, yang menekankan pentingnya evaluasi dan perubahan dalam struktur organisasi untuk meningkatkan kinerja dan efektivitas. Faskes yang terlibat dalam fraud harus menjalani perubahan signifikan dalam manajemen dan proses pelayanan mereka agar bisa memenuhi kembali standar akreditasi yang ditetapkan.

Kesimpulan

Dari sudut pandang LAFKI, penurunan akreditasi faskes yang terlibat dalam fraud atau pelanggaran standar pelayanan kesehatan adalah langkah yang relevan dan diperlukan. Seperti yang terjadi dalam kasus ULM, penurunan akreditasi bisa menjadi instrumen untuk menegakkan integritas dan akuntabilitas, baik dalam sektor pendidikan maupun kesehatan.

Penurunan akreditasi tidak hanya berfungsi sebagai sanksi, tetapi juga sebagai pendorong untuk perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan. Dengan memberikan tekanan pada faskes untuk memperbaiki sistem manajemen mereka, BPJS Kesehatan dan LAFKI dapat memastikan bahwa standar pelayanan kesehatan di Indonesia tetap terjaga, bebas dari praktik-praktik yang merugikan, dan berorientasi pada kepentingan pasien.

Pada akhirnya, penurunan akreditasi faskes yang bermasalah adalah bagian dari komitmen untuk menjaga mutu pelayanan kesehatan yang optimal bagi seluruh masyarakat Indonesia. Ini adalah langkah yang tidak hanya diperlukan, tetapi juga harus diprioritaskan demi masa depan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Salam LAFKI.

Oleh: Ahyar Wahyudi (LAFKI)
© Copyright 2022 - Kalsel Today