Oleh. DR. H. Ahyar Wahyudi, S.Kep. Ns., M.Kep., CISHR, FISQua, FRSPH, FIHFAA (Reviewer Jurnal PRAJA Observer: Jurnal Penelitian Administrasi Publik)
Pendahuluan
Imunisasi Toksoid Tetanus (TT) bagi calon pengantin merupakan salah satu upaya kesehatan masyarakat yang krusial untuk mencegah risiko fatal akibat tetanus, terutama pada ibu hamil dan bayi baru lahir. Namun, meski adanya mandat pemerintah, tingkat cakupan imunisasi ini masih bervariasi, dipengaruhi oleh beragam faktor sosial, budaya, dan ekonomi. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Murniat, Cipta Pramana, dan Siswanto Pabidang(2024) mengangkat topik penting ini melalui pendekatan analisis campuran, menggabungkan data kuantitatif dan kualitatif untuk memahami lebih dalam faktor-faktor yang memengaruhi tingkat penerimaan imunisasi TT di kalangan calon pengantin, khususnya di Aceh.
Dengan pendekatan yang menyeluruh, kajian ini tidak hanya menelusuri angka-angka statistik, tetapi juga membuka selubung sikap, keyakinan, dan tantangan yang dihadapi di lapangan. Sebagai hasil dari penelitian mendalam ini, terbuka jalan bagi kita untuk memahami akar permasalahan dan solusi apa yang dapat diterapkan guna meningkatkan penerimaan imunisasi ini dalam konteks masyarakat yang lebih luas.
Menggali Fakta: Imunisasi Toksoid Tetanus di Tengah Pusaran Tantangan Sosial dan Budaya
Salah satu temuan penting dari penelitian ini adalah bahwa meskipun sebagian besar responden memahami pentingnya imunisasi TT, masih terdapat kesenjangan antara pengetahuan dan praktik. Banyak calon pengantin yang enggan menerima imunisasi karena pengaruh sosial dan budaya yang kuat. Di Aceh, sebagaimana ditunjukkan dalam penelitian ini, keyakinan agama dan adat istiadat lokal memainkan peran besar dalam menentukan sikap seseorang terhadap vaksinasi (Yusuf et al., 2021). Ketidakpastian tentang status kehalalan vaksin menjadi salah satu hambatan terbesar, yang sering kali diperparah oleh kurangnya pengetahuan yang akurat tentang manfaat kesehatan vaksin TT.
Menurut Yuliani et al. (2022), ketakutan terhadap efek samping vaksin, yang sering kali dibesar-besarkan oleh desas-desus dan mitos di masyarakat, juga menjadi faktor yang signifikan. Hal ini menyebabkan beberapa calon pengantin enggan untuk mendapatkan imunisasi meskipun mereka mengetahui risiko tetanus bagi kesehatan ibu dan bayi yang belum lahir. Dalam kasus ini, kita dapat melihat bahwa pengetahuan semata tidak cukup untuk mendorong tindakan—ada elemen emosional dan keyakinan mendalam yang harus diatasi terlebih dahulu.
Peran Penyedia Layanan Kesehatan: Pendidik, Penghubung, dan Penopang Keputusan
Dalam penelitian ini, Murniati dan rekan-rekannya juga menyoroti peran penting yang dimainkan oleh tenaga kesehatan. Penyedia layanan kesehatan seperti dokter, perawat, dan bidan sering kali menjadi sumber informasi yang paling dapat dipercaya bagi calon pengantin. Namun, penelitian ini menemukan bahwa interaksi yang minim, serta kurangnya komunikasi yang efektif dan berkelanjutan dari pihak tenaga kesehatan, dapat menyebabkan hilangnya kesempatan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya vaksinasi (Leo et al., 2023).
Sebagai contoh, dalam wawancara mendalam yang dilakukan dengan para pengantin wanita di Aceh, beberapa di antaranya menyatakan bahwa mereka hanya mendengar tentang vaksin TT ketika mendaftar untuk pernikahan, dan sering kali informasi yang diberikan sangat terbatas. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan yang mendesak untuk meningkatkan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam hal komunikasi dan keterampilan persuasif. Selain itu, kolaborasi dengan tokoh agama dan masyarakat diperlukan untuk memperkuat pesan positif tentang vaksinasi dan menepis ketakutan serta prasangka yang salah.
Kesenjangan Sosial-Ekonomi dan Akses ke Layanan Kesehatan
Faktor lain yang tidak bisa diabaikan dari hasil penelitian ini adalah pengaruh kondisi sosial-ekonomi terhadap akses terhadap imunisasi TT. Sebagian besar calon pengantin yang terlibat dalam penelitian ini adalah mereka yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, tetapi penelitian juga menemukan bahwa terdapat tingkat pengangguran yang cukup tinggi di antara mereka (Murniati et al., 2024). Ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana status pekerjaan dan akses terhadap sumber daya ekonomi memengaruhi kemampuan seseorang untuk mengakses layanan kesehatan, termasuk vaksinasi.
Brides-to-be yang tidak bekerja sering kali menghadapi hambatan dalam hal biaya transportasi atau waktu yang diperlukan untuk mendapatkan imunisasi. Meskipun imunisasi TT disediakan secara gratis oleh pemerintah, hambatan-hambatan seperti jarak ke fasilitas kesehatan dan kebutuhan akan fleksibilitas waktu menjadi tantangan yang signifikan bagi mereka yang tidak memiliki sumber daya memadai (Dhir et al., 2021). Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan kebijakan yang lebih inklusif, termasuk memperluas jangkauan vaksinasi ke daerah-daerah yang sulit dijangkau dan menyediakan opsi yang lebih fleksibel dalam hal penjadwalan.
Mitos dan Misinformasi: Tantangan Terbesar dalam Meningkatkan Cakupan Imunisasi
Salah satu akar permasalahan yang sangat menonjol dalam penelitian ini adalah bagaimana mitos dan misinformasi menyebar di masyarakat, sering kali melalui jalur informal seperti keluarga dan teman. Para pengantin sering kali mendapatkan informasi yang salah dari kerabat dekat mereka, yang meskipun bermaksud baik, tidak memiliki pengetahuan yang benar tentang vaksin TT (Morhason-Bello et al., 2022). Dalam beberapa kasus, ketakutan tentang efek samping seperti demam atau rasa sakit di tempat suntikan diperparah dengan kekhawatiran bahwa vaksin ini mungkin mengandung bahan yang tidak halal.
Menariknya, penelitian ini juga menemukan bahwa meskipun beberapa informan menyadari manfaat kesehatan dari imunisasi TT, mereka masih ragu untuk menerimanya karena takut dengan apa yang mungkin dikatakan oleh tetangga atau komunitas mereka. Ini menunjukkan pentingnya menangani masalah ini tidak hanya melalui pendekatan medis, tetapi juga dengan menggandeng tokoh masyarakat yang berpengaruh untuk menyampaikan informasi yang tepat dan akurat kepada masyarakat luas.
Rekomendasi dari Penelitian: Mengatasi Tantangan dan Memperkuat Kesadaran Publik
Berdasarkan temuan penelitian ini, Murniati dan rekan-rekannya menawarkan beberapa rekomendasi penting untuk meningkatkan cakupan imunisasi TT di kalangan calon pengantin. Pertama, pendidikan publik yang lebih menyeluruh diperlukan untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan dan menangkal mitos yang beredar. Kampanye pendidikan yang berkelanjutan, terutama melalui saluran yang dipercaya oleh masyarakat seperti tenaga kesehatan dan pemimpin agama, dapat membantu mengubah sikap terhadap vaksinasi (Fouad El-Adham et al., 2022).
Kedua, pemerintah perlu bekerja lebih erat dengan komunitas lokal untuk mengidentifikasi hambatan yang bersifat sosial dan ekonomi, serta merancang solusi yang lebih inklusif. Memperluas jangkauan layanan vaksinasi ke daerah-daerah yang sulit dijangkau, serta menyediakan fasilitas imunisasi yang lebih mudah diakses dengan waktu yang fleksibel, adalah langkah penting yang dapat diambil.
Ketiga, penelitian ini juga merekomendasikan pelibatan lebih besar dari pemimpin agama dan tokoh masyarakat. Dengan memberikan penjelasan yang jelas dan komprehensif tentang keamanan dan pentingnya vaksinasi, para pemimpin ini dapat menjadi jembatan antara kebijakan kesehatan publik dan kepercayaan masyarakat (Somoro et al., 2019). Hal ini sangat penting, mengingat peran sentral yang dimainkan oleh tokoh agama dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Aceh.
Kesimpulan: Membuka Jalan Menuju Kesehatan yang Lebih Baik
Penelitian ini memberikan wawasan mendalam tentang tantangan yang dihadapi dalam meningkatkan cakupan imunisasi TT di kalangan calon pengantin, serta solusi-solusi yang dapat diimplementasikan untuk mengatasi hambatan-hambatan ini. Dengan kombinasi pendekatan yang bersifat edukatif, budaya, dan praktis, diharapkan masyarakat dapat lebih menerima imunisasi sebagai langkah preventif yang penting, tidak hanya untuk melindungi diri mereka sendiri, tetapi juga untuk melindungi generasi yang akan datang.
Murniati dan rekan-rekannya telah menunjukkan betapa pentingnya memahami dinamika sosial, budaya, dan ekonomi dalam mendorong penerimaan vaksin. Dengan terus meningkatkan kolaborasi antara pemerintah, penyedia layanan kesehatan, dan masyarakat, Indonesia dapat bergerak menuju masa depan di mana penyakit-penyakit yang dapat dicegah seperti tetanus tidak lagi menjadi ancaman yang mengintai, terutama bagi para ibu dan bayi yang baru lahir.
Berita