Berita

Breaking News

Kebakaran di RSPP: Memahami Paradoks Antara Akreditasi dan Realitas Keselamatan Rumah Sakit


Oleh: DR. H. Ahyar Wahyudi, S.Kep. Ns., M.Kep., CISHR, FISQua, FRSPH, FIHFAA (Surveior LAFKI)

Kebakaran yang terjadi di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta Selatan pada tanggal 26 Agustus 2024, adalah sebuah peristiwa yang memicu keprihatinan mendalam. Sebuah rumah sakit terakreditasi yang diharapkan dapat menjamin keselamatan dan kesehatan pasien, justru menghadapi bencana yang seharusnya bisa dihindari. Akreditasi sering kali dilihat sebagai standar emas dalam pelayanan kesehatan, tetapi apakah akreditasi tersebut benar-benar mencerminkan kesiapan sebuah rumah sakit dalam menghadapi risiko seperti kebakaran? Insiden ini tidak hanya membuka mata kita terhadap celah dalam sistem yang ada, tetapi juga menantang kita untuk merenungkan bagaimana standar keselamatan dapat diimplementasikan secara lebih efektif dan berkelanjutan.

Akreditasi dan Ilusi Keselamatan

Akreditasi rumah sakit, yang sering dianggap sebagai puncak pencapaian dalam mutu pelayanan dan keselamatan, pada kenyataannya tidak selalu menjamin bahwa sebuah fasilitas benar-benar aman dari risiko. Menurut Hospital Accreditation Guide, akreditasi adalah sebuah proses evaluasi yang komprehensif, di mana sebuah rumah sakit diharuskan memenuhi berbagai standar keselamatan, termasuk manajemen risiko kebakaran (IFC, 2020). Standar ini mencakup segala sesuatu mulai dari desain bangunan hingga prosedur tanggap darurat. Namun, sebagaimana yang terjadi di RSPP, insiden kebakaran menunjukkan bahwa meskipun standar-standar ini mungkin telah dipenuhi pada saat evaluasi, pelaksanaannya di lapangan masih dapat terganggu oleh berbagai faktor.

Konsep High Reliability Organizations (HRO) yang dikembangkan oleh Roberts dan Bea (2001) memberikan wawasan penting tentang bagaimana organisasi yang beroperasi di lingkungan berisiko tinggi harus selalu siap menghadapi berbagai kemungkinan. Dalam organisasi semacam itu, keselamatan bukan hanya soal mematuhi standar, tetapi tentang menciptakan budaya di mana setiap individu di dalam organisasi merasa bertanggung jawab untuk menjaga keselamatan. Sayangnya, kebakaran di RSPP menunjukkan bahwa meskipun ada sistem yang telah dirancang dengan baik, implementasi di lapangan tidak selalu sejalan dengan harapan yang ditetapkan oleh akreditasi.

Paradoks "Defend-in-Place" dan Kesiapan Struktural

Salah satu strategi yang diadopsi oleh banyak rumah sakit modern adalah model defend-in-place, di mana pasien dijaga di lokasi mereka selama insiden kebakaran, dengan asumsi bahwa bangunan dapat menahan api cukup lama untuk memungkinkan pemadam kebakaran tiba dan mengatasi situasi. Menurut Good Practice Note dari International Finance Corporation (IFC), bangunan rumah sakit harus memiliki resistensi terhadap api minimal 120 menit untuk memberikan waktu yang cukup bagi respons darurat (IFC, 2020). Namun, kebakaran di RSPP menunjukkan bahwa meskipun struktur bangunan mungkin memenuhi persyaratan ini, ada faktor lain yang perlu diperhatikan, seperti pemeliharaan rutin terhadap sistem kelistrikan dan deteksi dini terhadap potensi risiko.

Sistem deteksi kebakaran yang efektif adalah bagian integral dari strategi keselamatan ini. Berdasarkan Theory of Alarm Management oleh Miller dan Swain (1987), sistem alarm yang baik tidak hanya memberikan peringatan dini, tetapi juga harus mampu memandu evakuasi yang aman dan terstruktur. Namun, meskipun alarm di RSPP berfungsi dengan baik untuk memberi peringatan, koordinasi yang lebih baik mungkin diperlukan untuk memastikan bahwa evakuasi dilakukan dengan efisien dan cepat.

Teori Manajemen Risiko dan Keselamatan Fasilitas

Dalam dunia manajemen risiko, setiap insiden harus dianggap sebagai kesempatan untuk belajar dan meningkatkan sistem keselamatan yang ada. Root Cause Analysis (RCA), seperti yang dijelaskan oleh Wilson, Dell, dan Anderson (1993), adalah alat penting yang digunakan untuk menggali akar penyebab sebuah insiden dan menentukan langkah-langkah korektif yang diperlukan untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Dalam kasus kebakaran di RSPP, penting untuk meninjau kembali tidak hanya sistem pemeliharaan, tetapi juga prosedur pengawasan infrastruktur dan pelatihan staf, untuk memastikan bahwa semua komponen keselamatan berfungsi optimal.

Teori lain yang relevan adalah Systems Theory, yang memandang setiap bagian dari sebuah organisasi sebagai komponen yang saling terkait. Menurut teori ini, kegagalan pada satu bagian sistem dapat menyebabkan kegagalan pada keseluruhan sistem (Von Bertalanffy, 1968). Dalam kasus RSPP, kegagalan dalam pemeliharaan sistem kelistrikan menunjukkan adanya kelemahan dalam integrasi keseluruhan sistem manajemen risiko. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih holistik diperlukan untuk memastikan bahwa semua elemen sistem bekerja secara sinergis untuk mencapai tujuan keselamatan yang diinginkan.

Pentingnya Pelatihan dan Kesiapsiagaan Staf

Pelatihan staf adalah elemen penting lainnya dalam memastikan kesiapsiagaan rumah sakit terhadap kebakaran. Menurut Fire Safety in Health Care Facilities dari National Fire Protection Association (NFPA, 2019), pelatihan rutin bagi staf rumah sakit adalah kunci untuk memastikan bahwa mereka tahu bagaimana bertindak dalam situasi darurat. Pelatihan ini tidak hanya harus mencakup prosedur evakuasi, tetapi juga penggunaan peralatan pemadam kebakaran dan langkah-langkah pencegahan lainnya. Dalam kasus RSPP, pelatihan staf yang memadai mungkin telah berkontribusi pada keberhasilan evakuasi, tetapi insiden ini tetap menunjukkan perlunya evaluasi dan peningkatan berkelanjutan dalam program pelatihan.

Sebagai tambahan, Behavioral Safety Theory menekankan pentingnya pendekatan perilaku dalam keselamatan kerja. Teori ini menyatakan bahwa perilaku individu sangat dipengaruhi oleh lingkungan kerja dan budaya organisasi (Geller, 2005). Dalam konteks RSPP, penting untuk menciptakan budaya di mana keselamatan selalu menjadi prioritas utama, dan di mana setiap anggota staf merasa diberdayakan untuk mengambil tindakan preventif jika mereka melihat potensi risiko.

Implementasi Teknologi Modern dalam Keselamatan Kebakaran

Dengan kemajuan teknologi, ada banyak cara baru untuk meningkatkan keselamatan kebakaran di rumah sakit. Salah satunya adalah penggunaan Internet of Things (IoT) untuk memantau kondisi infrastruktur secara real-time dan memberikan peringatan dini jika terjadi anomali yang dapat menimbulkan risiko kebakaran (Borgia, 2014). Dalam kasus RSPP, implementasi teknologi ini dapat membantu mengidentifikasi masalah dengan panel listrik sebelum berkembang menjadi kebakaran. Selain itu, teknologi IoT dapat digunakan untuk meningkatkan pemeliharaan prediktif, di mana sistem dapat secara otomatis memberi tahu teknisi jika ada komponen yang memerlukan perhatian sebelum mengalami kegagalan.

Teori Technological Determinism juga relevan dalam konteks ini. Teori ini menyatakan bahwa teknologi dapat mendorong perubahan sosial dan organisasi, termasuk dalam cara kita mengelola risiko dan keselamatan (Smith & Marx, 1994). Dengan mengadopsi teknologi baru, rumah sakit dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem keselamatan mereka, sekaligus mengurangi ketergantungan pada prosedur manual yang rentan terhadap kesalahan manusia.

Manajemen Perubahan dan Adaptasi Kebijakan Keselamatan

Manajemen perubahan adalah aspek penting dalam menjaga keselamatan di rumah sakit. Setiap perubahan dalam prosedur atau infrastruktur harus dievaluasi dampaknya terhadap keselamatan dan kesehatan, serta bagaimana perubahan tersebut dapat memengaruhi operasional keseluruhan (IFC, 2020). Dalam hal ini, kebijakan keselamatan yang fleksibel namun tegas harus diterapkan untuk memastikan bahwa setiap perubahan tidak mengorbankan keselamatan.

Teori Lewin’s Change Management Model menekankan pentingnya persiapan, implementasi, dan pemantauan dalam setiap proses perubahan (Lewin, 1951). Dalam konteks kebakaran di RSPP, penting untuk memastikan bahwa setiap perubahan dalam prosedur keselamatan, seperti pembaruan sistem kelistrikan atau instalasi teknologi baru, dilakukan dengan pengawasan yang ketat dan dengan mempertimbangkan potensi risiko.

Refleksi dan Pembelajaran dari Insiden

Kebakaran di RSPP memberikan pelajaran berharga bahwa akreditasi dan standar keselamatan tinggi harus didukung oleh implementasi yang konsisten dan pemantauan yang ketat. Double-Loop Learning Theory yang dikemukakan oleh Argyris dan Schön (1978) menyarankan bahwa organisasi harus terus-menerus mengevaluasi dan memperbarui strategi mereka berdasarkan pembelajaran dari pengalaman. Dalam hal ini, rumah sakit harus menggunakan insiden seperti kebakaran di RSPP sebagai peluang untuk belajar dan membuat perbaikan yang diperlukan dalam sistem keselamatan mereka.

Teori Learning Organization oleh Senge (1990) juga menekankan pentingnya organisasi untuk beradaptasi dan belajar secara terus-menerus agar dapat bertahan dan berkembang di lingkungan yang berubah-ubah. Dalam konteks RSPP, ini berarti bahwa rumah sakit harus memiliki mekanisme untuk mengumpulkan dan menganalisis data dari setiap insiden, serta menerapkan pembelajaran tersebut untuk meningkatkan keselamatan di masa depan.

Kesimpulan: Menuju Keselamatan yang Lebih Baik

Kebakaran di RSPP menyoroti bahwa akreditasi dan standar keselamatan tinggi bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan bagian dari proses berkelanjutan untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi pasien dan staf. Dengan mengintegrasikan pelatihan yang lebih intensif, teknologi modern, dan pendekatan holistik dalam manajemen risiko, rumah sakit dapat meminimalkan risiko kebakaran dan memastikan bahwa mereka benar-benar siap menghadapi segala kemungkinan. Kebijakan keselamatan harus terus berkembang, didukung oleh pembelajaran dari pengalaman, dan diimplementasikan dengan kesungguhan hati, sehingga dapat memberikan perlindungan terbaik bagi semua yang berada di dalamnya.

Referensi:

Argyris, C., & Schön, D. A. (1978). Organizational Learning: A Theory of Action Perspective. Addison-Wesley.
Borgia, E. (2014). The Internet of Things vision: Key features, applications, and open issues. Computer Communications, 54, 1-31.
Geller, E. S. (2005). Behavior-based safety and occupational risk management. Behavior-Based Safety and Occupational Risk Management.
IFC. (2020). Good Practice Note: Life and Fire Safety Components.
IFC. (2020). Hospital Accreditation Guide.
Lewin, K. (1951). Field Theory in Social Science: Selected Theoretical Papers. Harper & Row.
Miller, R. A., & Swain, A. D. (1987). Human error and human reliability. Wiley-Interscience.
NFPA. (2019). Fire Safety in Health Care Facilities. National Fire Protection Association.
Roberts, K. H., & Bea, R. (2001). Must accidents happen? Lessons from high-reliability organizations. Academy of Management Executive, 15(3), 70-79.
Senge, P. M. (1990). The Fifth Discipline: The Art & Practice of The Learning Organization. Doubleday.
Smith, M. R., & Marx, L. (Eds.). (1994). Does Technology Drive History? The Dilemma of Technological Determinism. MIT Press.
Von Bertalanffy, L. (1968). General System Theory: Foundations, Development, Applications. George Braziller.
Wilson, L., Dell, L., & Anderson, G. (1993). Root Cause Analysis: A Tool for Total Quality Management. ASQ Quality Press.
© Copyright 2022 - Kalsel Today