 |
| Foto istimewa |
Kaseltoday.com, Banjarmasin - Sidang lanjutan di Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pemindahan Ibu Kota Kalimantan Selatan, terkait terbitnya UU Nomor 8 Tahun 2022, digelar saat Senin (19/9/2022). Agenda sidang secara virtual ini, yaitu mendengarkan keterangan ahli dan saksi dari pemohon dengan perkara nomor 60 yang tak lain adalah dari pihak Pemko Banjarmasin.
Disampaikan Dr Ichsan Anwary, selaku pemberi keterangan ahli, pemindahan Ibu Kota Kalsel melalui terbitnya UU itu khususnya pasal 4 terkait berpindahnya dari Banjarmasin ke Banjarbaru, terkesan mengambang. "UU nomor 8 khususnya Pasal 4, stagnan, floating, mengambang, tidak dapat dilaksanakan, dilansir Banjarmasin Post.
Karena di dalam UU tersebut tidak diatur teknis seperti antara lain pengaturan masa transisi pemindahan ibu kota dari Banjarmasin ke Banjarbaru. Termasuk dalam hal pendanaan pemindahan ibu kota, tidak dinyatakan secara tegas dibebankan pada anggaran yang mana.
Inilah rasio logis mengapa hal berkenaan pemindahan ibu kota harus diatur dengan penetapan instrumen hukum berupa Peraturan Pemerintah," urainya. Kemudian, dia menyebut ihwal terbitnya UU Nomor 8 khususnya pasal 4 ini jangan sampai menjadi preseden yang tidak elok dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Utamanya dalam hal pemindahan sebuah ibu kota. "Karena, bila itu dianggap sah-sah saja, mungkin saja pada gilirannya nanti ada suatu keinginan dari pihak-pihak tertentu untuk melakukan upaya pemindahan ibu kota tidak melewati prosedur dan langkah serta dokumen terukur.
Tapi, melakukan penerabasan hukum saja, dengan produk hukum berupa UU," katanya. Lalu, Ichsan mengistilahkan sebuah kudeta konstitusional atas terbitnya UU Nomor 8 tersebut tentang Provinsi Kalsel yang minim partisipasi masyarakat.
"Dengan bahasa yang agak keras, mungkin saya beranggapan ini adalah sebuah kudeta konstitusional memindahkan sebuah ibu kota berbasis UU, tanpa melibatkan banyak pihak khususnya pemerintah daerah ibu kota asal dan masyarakat luas," tandasnya.
Berita